1. CALEG DPR RI DAPIL NUSA TENGGARA TIMUR 1 NO. URUT 2

2. Anggota DPR RI (2009-2014) Komisi 5 Fraksi Golongan Karya, Badan Urusan Rumah Tangga

3. Pendiri Forum Kajian Sosial Ekonomi – Nusa Tenggara Timur

4. Pendiri Layanan Konsultasi Hukum – Nusa Tenggara Timur

5. Pembina Forum Redam Korupsi (FORK)

Selasa, 03 Desember 2013

KEGAGALAN PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

Proses transisi politik pasca reformasi yang berkepanjangan memunculkan berbagai  ketidakpatstian – ketidakpastian hukum yang mengakibatkan sulitnya mengimplementasikan berbagai kebijakan lingkungan hidup secara konsisten. Meskipun secara formal pemerintah Indonesia telah (berulang kali) menegaskan komitmennya untuk mengelola sumber daya alam secara lestari, tetapi situasi di lapangan tampaknya jauh panggang dari api. Peraturan yang tumpang tindih, konflik sosial yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, perencanaan pengelolaan lingkungan yang tidak akurat, kurangnya koordinasi, serta maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang merata di semua  strata, mengakibatkan realitas pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia  makin menjauh dari komitmen normatif “pembangunan berwawasan lingkungan” yang dicanangkannya sendiri (Bank Dunia, 2001).
Dalam rangka penyelenggaraan pembangunan berwawasan lingkungan yang aspiratif, pelaksanaan pembangunan harus bertumpu pada prinsip manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Kegagalan pemerintah dalam memahami (dan memenuhi)  aspirasi masyarakat dapat memicu konflik vertikal antara pemerintah pusat dan daerah serta konflik horisontal antar elemen masyarakat yang (bisa) bermuara pada anarki. Praktik pembangunan berasaskan “keadilan” dan “pemerataan”  yang manipulatif dan diskriminatif, melahirkan tuntutan paradigma pembangunan yang baru yakni pembangunan yang adil dan proporsional. Bukan ”adil dan merata”, karena karena konsep “pemerataan“ dirasakan telah mencederai rasa keadilan masyarakat lokal. Oleh karenanya, masyarakat lokal  dan daerah penghasil selayaknya memperoleh distribusi manfaat terbesar dari pengelolaan sumberdaya
alam. Artinya, perhatian terhadap aspirasi lokal yang berkeadilan (seharusnya) menjadi dasar pijakan pemerintah di dalam melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan yang ”proporsional” dan ”partisipatif”.
Berbagai pendekatan terus digali untuk mencoba mengimplementasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan yang adil dan menyejahterakan, serta mengedepankan prinsip perimbangan keuangan pusat dan daerah yang lebih proporsional dan partisipatif. Salah satu konsep dalam penyajian indikator pembangunan yang (dianggap) sesuai dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan adalah konsep  Produk Domestik Regional Bruto – Hijau (PDRB Hijau).  Dengan diterapkannya konsep PDRB Hijau diharapkan mampu mendorong adanya pembagian manfaat yang lebih berimbang (proporsional) antara pusat dan daerah serta dapat menggerakkan partisipasi aktif masyarakat (lokal) dalam pembangunan.

Sumber http://environmentalsanitation.wordpress.com