1. CALEG DPR RI DAPIL NUSA TENGGARA TIMUR 1 NO. URUT 2

2. Anggota DPR RI (2009-2014) Komisi 5 Fraksi Golongan Karya, Badan Urusan Rumah Tangga

3. Pendiri Forum Kajian Sosial Ekonomi – Nusa Tenggara Timur

4. Pendiri Layanan Konsultasi Hukum – Nusa Tenggara Timur

5. Pembina Forum Redam Korupsi (FORK)

Selasa, 03 Desember 2013

Josef A. Nae Soi: Ideologi Komunis Bertentangan dengan Pancasila



Dalam sosialisasi 4 Pilar melalui metode tayangan televisi, TVRI, dengan nama program Campur Rakyat, rekaman 20 September 2012, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Josef A. Nae Soi mengatakan ada 3 alasan mengapa MPRS pada tahun 1966 mengeluarkan Ketetapan No. XXV Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Ketiga alasan itu adalah, pertama, ideologi komunis bertentangan dengan Pancasila. Dalam ideologi komunis, ideologi itu tidak mengenal Tuhan, sedang Pancasila jelas-jelas, dalam Sila I, mengakui adanya Ketuhanan yang Mahaesa. Kedua, dalam sejarah, partai yang berideologi komunis dalam meraih kekuasaan melakukannya dengan cara-cara kekerasan.Ketiga, pembubaran PKI di Indonesia merupakan salah satu tuntutan dari gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan Tritura-nya. “Dengan 3 alasan itulah maka keluar Tap. No. XXV tahun 1966,” ujarnya.
Dijelaskan oleh pria asal Nusa Tenggara Timur itu bahwa dasar negara kita, Pancasila, disusun dari norma-norma yang ada di Indonesia. Norma-norma itu seperti adat istiadat, budaya, dan agama. “Nah Komunis kan normanya bertentangan dengan norma-norma agama,” jelasnya.

Meski demikian Josef A. Nae Soi menyatakan dirinya bersyukur ada Ketetapan MPR No. 1 Tahun 2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan 2002 “Tap ini sangat modern dan merupakan jalan tengah,” ujarnya.
Disebut dengan jalan tengah dan modern sebab selama Orde Baru, orang-orang keturunan aktivis, simpatisan, dan pengurus PKI, tidak diberi hak-hak politik dan hak serta keadilan dalam bidang-bindang lainnya, seperti ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan tap itu maka para keturunan dan ahli waris yang dirasa menjadi bagian dari PKI tidak berhak menyandang dosa warisan. “Orang yang dianggap tidak bersalah, jangan dianggap salah,” ujarnya. “Harus ada rehabilitasi,” tambahnya